Jumat, 18 November 2011

Alam Semesta yang Misterius


Alam semesta ternyata lebih misterius dari yang diperkirakan. Berbagai penemuan terbaru di bidang astro-fisika, justru membuka semakin banyak teka-teki. Berdasarkan perhitungan terbaru, diketahui sebagian besar isi alam semesta, terdiri dari materi atau energi yang belum diketahui wujudnya.
Materi yang kasat mata, rupanya hanya sebagian kecil saja dari keseluruhan materi di alam semesta. Bintang-bintang, planet dan gas antar galaksi, volumenya hanya sekitar lima persen dari volume alam semesta secara keseluruhan. Materi dan energi yang tidak kasat mata itu, diberi nama materi gelap dan energi gelap, terbukti memainkan peranan sangat menentukan di alam semesta.
Para pakar astro-fisika ibaratnya bermain petak umpet, dengan materi gelap dan energi gelap tsb. Sebab sejauh ini, belum ada yang dapat mengetahuinya. Namun indikator mengenai keberadaan energi gelap sangat jelas. Misalnya saja, ketika mengamati galaksi atau bintang dan planet di alam semesta, para pakar astro-fisika bertanya-tanya, gaya apa yang menjaga hingga komposisinya tetap teratur dan tidak berhamburan.
Contoh paling dekat adalah Tata Surya, yang melakukan rotasi terhadap inti galaksi Bima Sakti dengan kecepatan 220 km per detik. Gaya apa yang mengikat sistem Tata Surya, hingga tidak terlempar dari orbitnya? Untuk mempertahankan orbitnya, harusnya ada energi pengimbang yang amat besar.
Materi gelap
Akan tetapi, disinilah para pakar astro-fisika menghadapi teka-teki. Penghitungan seluruh massa yang kasat mata di siistem Bima Sakti, ternyata tidak mencukupi untuk membangkitkan gaya pengimbang tsb. Artinya, pasti ada materi atau energi yang tidak kasat mata, yang bekerja di alam semesta. Namun materi dan energi gelap ini, tidak hanya bertanggung jawab untuk mempertahankan stabilitas orbit planet, bintang dan galaksi. Lebih jauh dari itu, materi gelap dan energi gelap berkaitan dengan pembentukan dan perkembangan alam semesta itu sendiri.
Sebetulnya keberadaan materi dan energi gelap, sudah diramalkan oleh penemu teori relativitas umum, Albert Einstein pada tahun 1915 lalu. Yakni berupa pembengkokan cahaya, ruang dan waktu. Juga berdasarkan teori relativitas umumnya, Einstein mengajukan dua pilihan bentuk alam semesta. Yakni alam semesta yang statis atau alam semesta yang terus memuai. Menurut perhitungan, Einstein menegaskan bahwa alam semesta ini terus memuai. Di awal abad ke 20 lalu, kebanyakan astronom meyakini alam semesta yang statis. Untuk mendukung teori alam semesta yang terus mengembang, Einstein memasukan apa yang disebut “konstanta kosmologi“ ke dalam persamaan matematika yang disusunnya.
Memang kemudian Einstein mengakui melakukan “ketololan besar“, dengan menyelundupkan konstanta kosmologi ke dalam persamaannya. Akan tetapi beberapa dekade kemudian, yang diakui sebagai “ketololan besar“ oleh Einstein, berubah menjadi tuntutan ilmu pengetahuan. Sebab, dalam penelitian terbaru, diketahui bahwa alam semesta ini, bukan hanya memuai namun kecepatan pemuaiannya juga terus bertambah. Bukti percepatan pemuaian, ditemukan dalam pengamatan Super Nova, yakni bintang yang meledak jauh di tepian alam semesta, berupa terjadinya perubahan spektrum cahaya. Untuk memungkinkan adanya percepatan, diperlukan energi. Namun dari mana energinya, jika semua materi dan energi yang kasat mata volume totalnya amat kecil? Jawabanya kembali ke energi gelap.
Konstanta kosmologi
Pertanyaan berikutnya muncul ketika menganalisis foto-foto yang dikirimkan teleskop ruang angkasa Hubble. Di dalam foto-foto, terlihat pembengkokan cahaya di sekitar gugusan galaksi besar. Bahkan di sejumlah sistem bintang, pembengkokannya sedemikian ekstrim, hingga cahaya kelihatan berbentuk busur atau bahkan lingkaran.
Para pakar astro-fisika menyebutkan adanya lensa gravitasi. Akan tetapi, untuk membengkokan cahaya di sebuah galaksi, diperlukan materi yang volumenya 60 kali lipat dari volume materi kasat mata, di gugusan galaksi bersangkutan. Dari mana datangnya materi tambahan ini? Salah satu jawaban yang paling logis, adalah dari materi gelap.
Untuk menjelaskan berbagai fenomena alam semesta itu, para pakar astro-fisika modern menyadari, mereka membutuhkan “konstanta kosmologi“ , seperti yang dahulu diselipkan oleh Einstein dalam persamaan matematikanya. Namun jika pemuaian alam semesta mengalami percepatan, berarti konstantanya juga merupakan variabel dari waktu. Sampai disini, semua persoalan untuk memecahkan misteri alam semesta, bukannya bertambah mudah melainkan bertambah rumit. Sebagai jalan keluar dari masalah, para pakar astro fisika kemudian mengembangkan apa yang disebut model penjelasan.
Alam semesta yang memuai
Dari pengamatanya menyangkut percepatan pemuaian alam semesta, para pakar astro-fisika menghitung, volume energi gelap dapat mencapai 70 persen dari seluruh energi di alam semesta. Pengukuran menggunakan satelit penelitian gelombang Mikro Wave milik AS, menegaskan angka 70 persen tsb. Sementara, kontribusi materi dan energi kasat mata, hanya sekitar 5 persen dari materi dan energi di alam semesta. Sisa kekurangannya, sebesar 25 persen merupakan kontribusi dari materi gelap. Pengukuran gas sinar Röntgen di seluruh galaksi, juga menunjukan bahwa materi kasat mata dan materi gelap, mencakup sekitar 30 persen dari volume alam semesta.
Setelah mengetahui indikatornya, apakah otomatis sifat maupun sosok energi dan materi gelap dapat diketahui? Prof. Gunther Hasinger dari Institut Max-Planck untuk fisika ekstra-terestrial menjawab, hingga kini para pakar tetap belum mengetahui apa energi gelap itu.
Walaupun eksistensinya memang tidak diragukan lagi. Sekarang ini jaringan materi dan energi gelap, merupakan kunci untuk menjelaskan pembentukan galaksi. Materi gelap, ibaratnya arsitektur alam semesta yang masih tersembunyi. Sementara lensa gravitasi, adalah salah satu dari sedikit cara praktis, untuk melacaknya.
Sekarang, jika materi dan energi gelap merupakan komposisi terbesar alam semesta, dan mendorong percepatan pemuaian alam semesta, muncul pertanyaan baru, apakah alam semesta akan terus memuai? Para pakar astro-fisika memang mengembangkan berbagai model. Diantaranya, model alam semesta yang terus mengembang tidak terbatas serta model alam semesta yang pada titik tertentu, kembali mengkerut karena tarikan gaya gravitasinya sendiri.
Jika mengacu pada teori relativitas Einstein, serta mengamati percepatan pemuaian, skenario alam semesta yang terus memuai, dan suatu saat mengalami robekan besar, adalah yang paling logis. Tapi, jika mengacu pada teori dentuman besar, harusnya ada titik singularitas, dimana justru alam semesta mengkerut hingga dimensi titik tsb. Selain itu juga dipertanyakan, apakah tidak ada alam semesta lain, selain yang kita kenal ini? Semua ini semakian menegasakan, alam semesta memang penuh misteri.



EVOLUSI ALAM SEMESTA

Semenjak dahulu kala orang-orang sudah berusaha mempelajari keberadaan alam semesta, bagaimana proses evolusinya, melalui pengamatan bintang-bintang. Perlahan, ide-ide baru muncul seiring perkembangan peralatan untuk observasi. Meski sudah mengamatinya dari dulu, kita bisa katakan bahwa pemahaman yang lebih baik tentang evolusi alam semesta baru diperoleh pada awal abad ke-20.


Seorang fisikawan bernama Edwin Hubble telah merintis usaha untuk menghitung jarak beberapa galaksi dengan menggunakan analisis spektrum cahaya yang dipancarkan bintang-bintang dalam galaksi yang sedang diamati. Dia menemukan pola yang unik dari hasil analisisnya. Panjang gelombang dari beberapa bintang yang diamati ternyata tidak konstan, melainkan bergeser menuju panjang gelombang tertentu. Pergeseran panjang gelombang ini disebut sebagai Efek Doppler, meniru fenomena serupa pada gelombang bunyi.
Pengamatan Hubble menunjukkan bahwa spektrum galaksi bergeser ke arah panjang gelombang merah. Menurut efek Doppler, hal ini berarti mereka bergerak menjauhi pengamat. Semakin besar pergeseran merahnya berarti semakin cepat pergerakannya. Pergeseran merah yang semakin besar diperoleh dari pengamatan galaksi-galaksi yang jaraknya jauh. Jika diandaikan sebuah galaksi sebagai sebuah titik di alam semesta dan setiap titik saling menjauhi satu sama lain, maka bisa dikatakan bahwa alam semesta ini mengembang.
Sekarang seandainya galaksi-galaksi saling menjauh, berarti konsekuensi logisnya seharusnya mereka dulu pasti pernah berdekatan. Untuk memperjelas fenomena ini bisa diambil kiasan sebuah roti mentah yang ditaburi kismis di seluruh tubuhnya, jika roti itu sedang mengembang dalam oven, maka setiap kismis di roti itu akan saling menjauh satu sama lain.
Dengan menghitung mundur pergerakan galaksi-galaksi di alam semesta, maka dahulu galaksi-galaksi tersebut tentulah saling berdekatan, bahkan mungkin menyatu. Dengan demikian tentu saja kerapatan massanya sangat besar. Jika pada awalnya alam semesta merupakan massa tunggal dengan kerapatan yang sangat besar, bagaimanakah bentuk awal alam semesta kita ini?
Pada kondisi tersebut, temperatur dan energi alam semesta saat itu tentunya harus sangat tinggi. Hanya suatu ledakan yang maha dahsyat yang memungkinkan terjadinya keadaan awal alam semesta seperti itu. Hipotesis tentang adanya ledakan mahadahsyat inilah yang disebut sebagai hipotesis Big Bang. Hipotesis ini menjelaskan bahwa alam semesta bermula dari sebuah ledakan dahsyat dan galaksi akan menyebar tanpa batas, serta tidak pernah kembali ke pusat awalnya. Semua persediaan unsur diciptakan dalam setengah jam pertama setelah terjadi ledakan. Maka dari itu sebenarnya tidak ada materi baru yang diciptakan.
Bagaimanakah peristiwa yang terjadi di saat-saat awal alam semesta tercipta? Yang menarik, para ilmuwan masih belum bisa merumuskan dengan pasti bagaimanakah keadaan alam semesta kita pada saat awal tersebut. Sesaat setelah “kelahirannya”, untuk pertama kali partikel-partikel elementer akan terbentuk. Sejalan dengan penyusunan partikel-partikel elementer tersebut energi alam semesta mulai menurun. Oleh sebab itu partikel-partikel utama penyusun zat yang lebih besar, yang tersusun atas partikel-partikel elementer, mulai dimungkinkan untuk terbentuk.
Kemudian setelah terbentuknya partikel-partikel penyusun zat seperti hidrogen dan helium, mulai terbentuklah “benih-benih” pertama galaksi. Melalui proses pendinginan alam semesta, yang berarti juga awal hidup galaksi-galaksi yang pertama, lahirlah generasi pertama bintang. Aktivitas bintang-bintang ini mengakibatkan terus lahirnya bintang generasi berikutnya, termasuk kemudian dihasilkan planet-planet dan objek ruang angkasa lainnya.

» MASA DEPAN ALAM SEMESTA

Bagaimanakah masa depan alam semesta, setelah kelahiran dan kehidupannya sekarang? Pertanyaan ini mungkin diajukan oleh kita, seperti juga para ilmuwan yang bertanya-tanya. Para ilmuwan mengajukan tiga model yang sama menariknya tentang masa depan alam semesta kita ini, yaitu:
bahwa alam semesta akan terus mengembang, semua galaksi akan menggunakan energinya untuk terus bergerak, sampai seluruh energinya berubah menjadi energi diam. Akibatnya, alam semesta menjadi ‘diam’ dan ‘mati’, ataukah akan terjadi seperti model kedua?
Adakah suatu batas tertentu yang menunjukkan pengembangan alam semesta itu akan berhenti dan berbalik menjadi penyusutan gravitasi? Oleh karena seluruh energi yang digunakan untuk bergerak telah berubah menjadi energi potensial gravitasi, maka galaksi-galaksi mulai saling tarik-menarik dan akhirnya runtuh kembali menuju satu titik. Ataukah,
kerapatan alam semesta menjadi sangat kecil, sehingga semua galaksi terus bergerak saling menjauhi menuju tak hingga?
Sampai sekarang belum ada model yang benar-benar tepat untuk menggambarkan masa depan alam semesta. Pertanyaan-pertanyaan kita sekarang tentang suatu hal pada akhirnya memang akan terjawab, tetapi setelah itu akan selalu muncul pertanyaan-pertanyaan baru. Demikianlah yang terjadi jika kita bertanya tentang alam semesta, kita tidak akan pernah puas. Seringkali kita mencapai suatu pertanyaan yang mendasar sekali, yang akhirnya membuat hati kita kagum, heran, takzim, sampai pada suatu perenungan betapa luar biasa Kuasa Tuhan di alam semesta ini.
Energi Gelap (2)

Kita kembali ke tahun 1998, ketika Supernova Cosmology Project (Proyek Kosmologi Supernova) di Berkeley National Laboratory milik Caltech dan Tim Supernova High-z (sebuah konsorsium internasional) menganalisis dan menentukan jarak sebuah supernova tipe Ia yang berada di dekat kecerlangan puncaknya. Dengan teknik pergeseran Doppler, ditentukan pergeseran merah di galaksi dimana supernova tersebut berada dan membandingkannya dengan persamaan Hubble. Pengukuran ini menunjukkan bahwa supernova itu ternyata jauh lebih redup ketimbang yang diramalkan oleh persamaan Hubble. Karena cahaya dari peristiwa ini membutuhkan watu 4 hingga 8 miliar tahun untuk sampai ke kita, pengukuran menunjukkan bahwa alam semesta sekarang mengembang lebih cepat daripada di masa lalu. Dengan kata lain, kecepatan pengembangan alam semesta mengalami percepatan!

Tahun berikutnya, supernova yang lebih jauh ditemukan. Tampaknya supernova tersebut adalah supernova terjauh yang pernah diamati sampai saat itu, yang cahayanya berasal dari 11 miliar tahun lalu. Supernova ini lebih terang dari yang diharapkan. Jadi, 11 miliar tahun lalu, percepatan pengembangan alam semesta pasti menurun karena gravitasi. Namun kemudian, antara 4 sampai 8 miliar tahun lalu, pengembangan alam semesta mulai mengalami percepatan dan galaksi-galaksi mulai menyebar dengan kecepatan lebih tinggi.

Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa apa pun yang menyebabkan percepatan alam semesta sekarang ternyata kurang penting, bahkan belum ada di awal terbentuknya alam semesta. Pengukuran tersebut menjadi penting sekitar setengah jalan dalam pengembangan alam semesta, dan sejak saat itu menjadi dominan. Kalau dianalogikan, kondisi ini mirip dengan pengemudi mobil yang melambat saat mendekati lampu merah, lantas menaikkan kecepatan segera setelah lampu menyala hijau.

Lantas, “benda” apakah yang menyebabkan peningkatan kecepatan kosmologis? Kita belum benar-benar tahu, tapi kita telah memberinya nama. Massa/energi yang hilang belum pernah terlihat sehingga praktis gelap. Dan karena massa/energi bekerja melawan gravitasi, maka massa/energi tidak bisa memiliki massa. Ahli astrofisika Michael Turner dari Universitas Chicago memberinya nama energi gelap (dark energy) pada 1999.

Berkat satu rangkaian percobaan dari sudut pandang yang benar-benar berbeda, kita memiliki perhitungan mengenai seberapa banyak energi gelap ini meskipun kita masih belum tahu apa sebenarnya energi gelap itu. Beberapa percobaan yang berbeda dirancang untuk menyelidiki sifat-sifat geometris keseluruhan ruang angkasa untuk menentukan apakah alam semesta ini terbuka, datar, atau tertutup. Radiasi latar gelombang mikro yang mengisi keseluruhan alam semesta berasal dari peristiwa big bang. Selama 400.000 tahun semenjak big bang, alam semesta sedemikian panas sehingga tidak dapat ditembus oleh radiasi elektromagnetik. Lalu massa/energi menjadi cukup dingin dan radiasi dipancarkan. Selama 400.000 tahun itu, radiasi hanya bisa menempuh jarak terbatas sehingga berbagai fluktuasi di dalamnya juga berukuran terbatas. Akan tetapi, dalam perjalanan sejak saat itu, fluktuasi radiasi dibelokkan oleh lengkungan alam semesta. Menentukan ukuran fluktuasi suhu yang sangat kecil pada radiasi ini membuat kita bisa menentukan kelengkungan seluruh alam semesta. Balon di ketinggian sangat tinggi dan sensor di atas stasiun cuaca di kutub selatan telah digunakan untuk mengukur fluktuasi ini. Proyek BOOMERANG, MAXIMA, dan DASI menganalisis fluktuasi ini dan menentukan bahwa geometri keseluruhan alam semesta adalah datar: Omega bernilai 1 ± 4%.

Sebagai konsekuensi keadaan tersebut, kerapatan energi/massa pasti tepat sama dengan nilai kritisnya. Karena materi biasa dan materi gelap bersama-sama menyusun 27% kerapatan massa/energi kritis, untuk membuat geometri keseluruhan alam semesta menjadi datar, sisanya sebesar 73% pastilah tersusun atas dari energi gelap. Teori ini meninggalkan kejanggalan bagi kita, karena kita dapat menghitung jumlah energi gelap diluar sana tanpa kita tahu sedikit pun tentang sifat dasarnya!

Berdasarkan data yang ada, kita bisa menyusun gambaran ringkas seperti ini: Setelah dentuman besar, disusul pengembangan awal, alam semesta menetap pada suatu pengembangan dimana kecepatannya menurun oleh adanya materi (biasa dan gelap). Energi gelap tidak penting di tahap-tahap awal dan pasti telah didistribusikan dengan begitu halus sehingga tidak mengganggu pembentukan galaksi dan kluster galaksi. Lalu, beberapa miliar tahun kemudian, energi gelap mulai mengambil alih dan mengeluarkan tekanan negatif, melawan gravitasi, dan menyebabkan alam semesta mengembang semakin cepat. Saat ini, energi gelap sedikit lebih kuat dari gravitasi, tetapi selama alam semesta mengembang lebih cepat, jarak yang makin besar akan makin melemahkan pengaruh gravitasi. Energi gelap akan menjadi dominan dalam waktu lama, mengarah pada peningkatan percepatan pengembangan alam semesta.

Energi Gelap (1)

Pada catatan bulan Ferbuari 2005, kita pernah berbincang sedikit seputar materi gelap (dark matter). Hingga kini, soal materi tak terlihat yang mengisi sebagian besar alam semesta itu masih menjadi persoalan serius dan belum terpecahkan. Tapi, materi gelap bukanlah persoalan terbesar yang dihadapi oleh astronomi saat ini. Pada akhir dekade 1990-an, para ahli kosmologi mempelajari perkembangan menyeluruh dari alam semesta dari sudut pandang teoritis dan menemukan beberapa kemungkinan yang berbeda-beda bagi perkembangan menyeluruh alam semesta dalam hal ruang dan waktu.

Kita bisa menganalogikan gerakan alam semesta dengan melemparkan sebuah bola ke udara, di sini, di Bumi. Jika Anda melemparnya cukup cepat, maka bola akan melambung tinggi ke udara, untuk sesaat berhenti, lalu kembali menuju ke bawah (selanjutnya terserah Anda untuk menangkapnya dengan tangan atau membiarkannya jatuh ke tanah). Kondisi ini akan terjadi di alam semesta tertutup. Alasan bola bergerak kembali adalah adanya gaya gravitasi yang ditimbulkan oleh massa Bumi yang cukup untuk menariknya kembali. Sekarang lemparkan bola yang sama dengan cara yang sama, tapi bukan di Bumi, tapi tempatnya di sebuah asteroid kecil :). Kalau asteroidnya cukup kecil, bola mungkin akan bergerak cukup cepat untuk lolos dari gaya tarik gravitasi asteroid dan tak akan pernah kembali. Kondisi ini akan terjadi di alam semesta terbuka. Jika anda berdiri di atas sebuah benda dengan massa yang tepat, bola akan mencapai jarak tak terhingga dengan kecepatan nol. Ini terjadi di alam semesta kritis.

Jadi, secara akal, pertanyaan tentang perkembangan menyeluruh alam semesta dapat dipersingkat menjadi semacam ini: Apakah massa alam semesta cukup untuk menghentikan pengembangan alam semesta atau tidak? Pertanyaan ini akan membuat kerapatan materi dan energi keseluruhan menjadi penentu utama perkembangan alam semesta. Baik massa maupun energi harus disatukan karena keduanya tak bisa ditawar-tawar lagi sesuai dengan persamaan E=mc2 nya Einstein.

Kerapatan materi/energi biasanya ditulis dalam perbandingan, disebut Omega, dari kerapatan materi/energi relatif terhadap nilai tertentu (kerapatan kritis). Nilai Omega tepat sebesar 1, dimana kerapatan materi/energi adalah tepat sama dengan nilai kerapatan kritis, menunjukkan pengembangan alam semesta sedikit menurun, menuju jarak tak terhingga, dalam waktu yang tak terhingga, dimana alam semesta tidak mengembang dan tidak pula menyusut. Kasus ini disebut alam semesta rapat kritis. Jika adanya massa menentukan adanya geometri ruang-waktu, kerapatan kritis setara dengan alam semesta yang datar. Di alam semesta yang datar, garis-garis paralel akan tetap paralel dan geometri Euclidean berlaku.

Nilai Omega lebih bear dari satu berarti kecepatan pengembangan alam semesta menurun dengan lebih cepat, dan ukuran alam semesta akan mencapai sebuah batas tertentu, lalu akan berbalik arah, bahkan runtuh kembali, menghasilkan apa yang disebut sebagai Benturan Besar (kebalikan dari Dentuman Besar). Kasus ini disebut alam semesta tertutup. Dalam kasus ini, garis-garis paralel akan menjadi cekung dan geometri Euclidean tidak berlaku.

Nilai Omega kurang dari satu menunjukkan alam semesta akan mengembang selamanya, dengan kecepatan pengembangan yang sedikit berkurang. Kasus ini disebut alam semesta terbuka. Disini, garis-garis paralel akan menjadi cembung dan geometri Euclidean juga tidak berlaku.

Berdasarkan materi/energi yang kasat mata, Omega bernilai kurang dari satu, yang menunjukkan sebuah alam semesta terbuka. Perhitungan terakhir terhadap jumlah materi gelap (materi gelap) di alam semesta menunjukkan massa yang jauh lebih besar, tetapi totalnya masih belum mendekati kepadatan kritis. Dengan dasar materi gelap dan kasat mata, alam semesta adalah terbuka, tanpa memperhitungkan apapun hasil dari rincian materi gelapnya. Kasus ditutup? Tidak secepat itu :).

Melacak Sejarah dan Komposisi Alam Semesta
Berbicara tentang antariksa tidak pernah habisnya. Alam Semesta kita begitu menakjubkan, mulai dari bintang yang lahir dan mati, planet-planet yang mengitari Matahari, sinar kosmik, dan hal-hal misterius lainnya yang masih misteri dalam ilmu sains manusia. Ada dua cabang ilmu dasar yang mempelajari alam semesta, yaitu astronomi dan kosmologi. Astronomi mempelajari benda-benda angkasa di luar Bumi dan merupakan salah satu ilmu tertua dalam peradaban manusia. Setelah manusia mengenal metoda ilmiah, ilmu fisika, dan teknologi obsevasi berkembang, kosmologi kemudian lahir sebagai ilmu yang mempelajari asal-muasal, komposisi, dan perkembangan Alam Semesta. Tidaklah sulit untuk mencari objek astronomi, dua contoh yang paling dekat dengan kehidupan kita sehari-hari adalah Matahari dan Bulan. Matahari adalah keluarga bintang yang memancarkan cahaya hasil dari reaksi nuklir fusi. Seperti bintang lainnya, Matahari pada suatu saat akan kehabisan bahan bakar untuk reaksi nuklirnya dan kemudian mati. Sementara Bulan adalah keluarga satelit yang mengorbit pada sebuah planet karena pengaruh gravitasi dari planet tersebut. Contoh planet adalah Bumi yang kita tinggali sekarang. Tidak perlu instumen canggih untuk mencari benda-benda angkasa hanya sekedar untuk memulai belajar astronomi. Tapi bagaimana dengan kosmologi? Mungkin kita tidak sadar, seperti halnya astronomi, ada dua contoh objek kosmologi yang paling dekat dengan kehidupan kita. Pertama adalah kegelapan di malam hari, kedua adalah siaran "semut" yang muncul saat pergantian satu canel ke canel lain di pesawat televisi kita. Sekitar 1% dari "semut" yang kita lihat tersebut

##Malam Hari Yang Gelap## Fenomena malam hari yang gelap terlihat sederhana, namun penjelasannya tidaklah begitu sederhana dalam kosmologi. Kosmologi menganut prinsip bahwa Alam Semesta dalam skala besar bersifat isotropik dan homogen; karena ada lebih dari 400 miliar (1 miliar = 109) bintang di dalam galaksi kita – dengan kata Bumi kita "dikepung" oleh bintang-bintang – maka seharusnya Bumi kita terang-benderang baik siang ataupun malam. Paradoks ini disebut [Paradoks Olber](http://febdian.net/olber_paradoks) (Heinrich Olber, Astronom Jerman, 1758 – 1840). Salah satu solusi paradoks ini adalah menyaratkan Alam Semesta memiliki umur tertentu dan mengembang. Dan ini adalah dua karakter Alam Semesta yang penting dalam ilmu kosmologi. Jadi, malam hari yang gelap adalah satu dari dua contoh objek kosmologi yang paling dekat dengan kehidupan kita. ##Radiasi Latar Kosmik Gelombang Radio (CMB)## Radiasi Latar Kosmik Gelombang Radio (biasa disingkat dengan CMB) adalah radiasi elektromagnetik dengan frekuensi pada daerah gelombang radio. CMB pertama kali terdeteksi secara tidak sengaja oleh Arno Penzias dan Robert Wilson pada tahun 1965 (Gambar 2), dua orang insinyur Bell Telephone Laboratories yang sedang melakukan riset untuk memperbaiki transmisi data komunikasi untuk kepentingan industri. Mereka mendapat kesulitan untuk menghilangkan gelombang gangguan (*noise*) pada daerah gelombang radio yang diterima antena mereka dari segala arah. Segala cara sudah dilakukan termasuk mengusir burung-burung yang bersarang di bagian dalam antena dan membersihkan dari kotorannya.

Gangguan ini ternyata adalah CMB, yang sebelumnya sudah diprediksi oleh George Gamow (Fisikawan Ukraina, 1904 - 1968) pada tahun 1946 sebagai salah satu konsekuensi dari Teori Dentuman Besar (*Bigbang Theory*). Teori Dentuman Besar dicetuskan pertama kali oleh Georges Lemaître (Fisikawan Belgia dan juga Pendeta Katolik, 1894 – 1966) pada tahun 1931. Teori ini menjelaskan kejadian awal alam semesta yang merupakan sebuah titik kecil masif tanpa dimensi dan kemudian meledak sehingga kemudian terciptalah dimensi ruang-waktu, radiasi, dan materi (Gambar 3). Sisa-sisa radiasi yang terjadi saat dentuman itu, sesuai dengan teori ini, seharusnya masih ada sampai sekarang dalam bentuk gelombang radio. Penzias dan Wilson mendapatkan Nobel pada tahun 1978 atas pembuktian eksistensi radiasi ini.

Gambar 3. Sejarah singkat Alam Semesta dalam gambar. Saat ini fisika kita belum mapan untuk menjelaskan kejadian dari Dentuman Besar sampai dengan masa Inflasi. Inflasi adalah proses di mana alam semesta mengembang 1030 kali dalam waktu 10-35 detik. Saat berusia sekitar 300.000 tahun, cahaya terbebas dari lautan partikel sub-atomik. Cahaya inilah yang disebut radiasi CMB (baca teks). Pola penyebaran cahaya ke segenap penjuru Alam Semesta bisa dilacak dari keberadaan CMB sekarang. Diilustrasikan di atas bagaimana Satelit WMAP menghasilkan peta CMB yang memberikan gambaran kepada kita bagaimana kejadian pada saat Alam Semesta berusia 300.000 tahun.

##CMB sebagai Pembuka Jalan## Jika saja Heinrich Olbert mengetahui keberadaan CMB, maka mungkin dia tidak membuat paradoksnya. Seperti halnya cahaya tampak (pada panjang gelombang 380 nanometer – 780 nanometer), CMB juga terdiri dari partikel cahaya (foton), tapi pada panjang gelombang radio (sekitar 1 milimeter sampai dengan 10 milimeter). Foton-foton CMB ini mengisi penuh Alam Semesta kita dengan kerapatan 400 per cm3 – kira-kira ada sekitar 400 foton CMB menembus ujung ibu jari kita setiap saat. Jadi dari satu sisi, Olbert benar bahwa seharusnya Bumi kita dihujani cahaya dari segala arah, sayangnya cahaya itu bukanlah cahaya tampak. Sampai saat ini CMB adalah bukti terkuat dari kebenaran Teori Dentuman Besar. Teori ini memprediksi bahwa Alam Semesta transparan terhadap cahaya setelah berumur 300 ribu tahun (formasi galaksi terbentuk setelah 5 miliar tahun). Sebelum itu Alam Semesta masih berupa lautan partikel-partikel subatomik yang sangat padat dengan temperatur sangat tinggi (dalam orde miliar Kelvin). Seiring dengan pertambahan umur dan pengembangan Alam Semesta, temperatur juga menurun. Saat cahaya lepas dari "lautan" tersebut, temperatur Alam Semesta sekitar 3000 K – temperatur yang sama untuk foton yang melesat saat itu. Satelit COBE (*Cosmic Background Explorer*) yang diluncurkan pada tahun 1989 mengukur temperatur CMB saat ini 2.725 +/- 0.002 K (disebut juga temperatur Alam Semesta) dan membuktikan bahwa radiasi CMB mengikuti hukum Radiasi Kotak Hitam (*Blackbody Radiation*). Selain mengukur temperatur, Satelit COBE juga "memotret" CMB dan menemukan fluktuasi kecil temperatur pada CMB (anisotropi CMB). Fluktuasi ini kemudian dipelajari sebagai indikasi bagaimana materi dan radiasi terdistribusi saat Alam Semesta masih sangat muda. Pemahaman ini adalah kunci untuk memahami bagaimana galaksi dan struktur berskala besar pengisi Alam Semesta kita terbentuk. Satelit COBE kemudian dilanjutkan oleh Satelit WMAP (*Wilkinson Microwave Anisotropy Probe*) untuk mendapatkan fluktuasi CMB dengan akurasi lebih tinggi (Gambar 4). Satelit ini diluncurkan pada tahun 2001 dan memberikan hasil lebih mengejutkan daripada COBE. Salah satunya adalah perhitungan kandungan Alam Semesta yang terdiri dari komposisi 4% dari materi dan radiasi yang kita kenal, 22% dari materi tak-dikenal (disebut *dark matter*), dan 74% dari energi yang misterius (disebut *dark energy*).

Gambar 4. Bayangkan anda di dalam sebuah ruangan berbentuk bola dan menggambar di dinding bagian dalam ruangan tersebut. Dinding kemudian dibentang menjadi 2 dimensi. Beginilah Satelit COBE dan WMAP mendeteksi CMB kesegala arah dan kemudian memetakannya dalam 2 dimensi. Atas: Hasil pemetaan CMB oleh Satelit COBE. Bawah: Hasil pemetaan CMB oleh Satelit WMAP. Terlihat peningkatan kualitas dan akurasi gambar. Bagian berwarna merah menunjukkan titik temperatur tertinggi, sementara yang berwarna biru menunjukkan titik temperatur terendah.

Sudah banyak riset terfokus pada CMB dilakukan, mengkaji dari segala aspek seperti temperatur, energi, fluktuasi, dan parameter-parameter kosmologi. Semua riset itu, walau berbeda alat dan metoda ukur, menunjukkan satu arah yang sama: CMB adalah kunci utama untuk mempelajari lebih jauh bagaimana Alam Semesta saat muda dulu, dan nantinya bagaimana Alam Semesta tercipta dan berakhir. ##Dark matter dan dark energy## Keberadaan *dark matter* terdeteksi dari ketidakcocokan antara perhitungan perputaran Galaksi Bima Sakti (galaksi di mana tata surya kita berada) dan pengamatan (observasi) langsung kecepatan galaksi. Dari pengetahuan kita tentang sifat fisik Galaksi Bima Sakti (terutama massa dan ukuran galaksi), kita bisa menghitung kecepatan perputaran galaksi. Namun, pengamatan kecepatan galaksi menunjukkan hasil lain yang menandakan bahwa ada massa yang tidak teridentifikasikan dalam Galaksi Bima Sakti. Massa yang tidak teridentifikasikan inilah yang dinamai *dark matter*. *Dark matter* tidak memancarkan atau memantulkan radiasi (berbeda dengan Lubang Hitam yang menyerap dan juga memancarkan radiasi). Ini membuat astronom kesulitan untuk mendeteksinya – sejauh ini astronom mendeteksi benda-benda langit dengan penangkapan radiasi dari benda-benda tersebut; spektrum radiasi dari masing-masing benda memberikan karakteristik fisik dari benda tersebut. Selain dari pengamatan kecepatan galaksi, *dark matter* bisa dideteksi dari pengaruh gaya gravitasi yang dipancarkannya. Satelit WMAP menyatakan 22% Alam Semesta terdiri dari *dark matter*. [*Ingin tahu lebih lanjut tentang dark matter?](http://febdian.net/fisika_dark_matter) *Dark energy* adalah energi yang melawan gaya gravitasi – disebut juga anti-gravitasi. Energi ini sudah diprediksi oleh Teori Relativitas Umum Einstein, energi inilah yang menyebabkan Alam Semesta sedang mengembang dengan percepatan tertentu, mengalahkan gaya gravitasi, seperti saat ini. Alam Semesta mengembang dengan percepatan tertentu telah dibuktikan oleh Edwin Hubble (Astronom Amerika Serikat, 1889 – 1953) pada tahun 1929. Dan Satelit WMAP mendeteksi 74% komposisi Alam Semesta adalah *dark energy*. Beberapa eksperimen berteknologi canggih dan beragam metoda sedang dirancang untuk melacak lebih akurat eksistensi *dark matter* dan *dark energy*. Sementara itu, materi yang terbuat dari atom-atom, atom-atom yang tersusun dari proton-neutron-elektron, dan proton-neutron yang terbuat dari quark, serta radiasi sebagai manifesto cahaya hanyalah mengisi 4% dari Alam Semesta kita. Dengan kata lain, ilmu fisika kita yang sudah kita anggap mapan hanyalah sanggup untuk menjelaskan 4% dari Alam Semesta kita – dan itu pun belum sempurna karena masih banyak hal-hal yang belum sempurna terjelaskan dari interaksi materi dan radiasi. Baik *dark matter* maupun *dark energy* adalah tambahan misteri di dunia sains kita. Berbeda dari misteri-misteri lainnya dalam dunia sains yang masih seputar interaksi materi dan radiasi, dua misteri ini memiliki keunikan tersendiri: kita tidak tahu apakah mereka terbuat dari materi dan/atau radiasi yang sama dengan yang kita kenal. Fisika kita belum selesai, sains kita masih jauh dari sempurna. Pencarian masih jauh, malah mungkin tidak akan pernah terbuka seutuhnya. Beginikah Dia menebarkan ayat-ayat-Nya untuk dibaca oleh kita dan kemudian pada akhirnya kita harus tersadar bahwa perbandingan ilmu-Nya dan yang Dia izinkan kita untuk dipelajari seperti air lautan dan setetes embun yang jatuh dari daun?

Evolusi Alam Semesta
Written by Triyono   
Tuesday, 20 January 2009 13:24
    Pemahaman tentang evolusi alam semesta merupakan prestasi besar sains abad ke-20. Pengetahuan ini tumbuh dari experiment dan teori yang inovatif selama beberapa dekade. Teleskop modern di bumi dan ruang angkasa mendeteksi cahaya dari galaksi berjarak miliaran tahun cahaya, yang menunjukan kepada kita wajah alam semesta ketika masih muda. Pemercepat partikel digunakan untuk menelaah proses fisika berenergi tinggi pada masa-masa awal terbentuknya alam semestra. Satelit mendeteksi radiasi latar kosmik yang merupakan sisa dari tahap awal perkembangan alam semesta, dan ini memberikan suatu gambaran alam semesta dalam skala terbesar yang masih bisa diamati.
    Upaya terbaik kita untuk menjelaskan melimpahnya data ini diterangkan dalam suatu teori yang dikenal sebagai model kosmologi standar atau Kosmologi Dentuman Besar, alam semesta ini mengembang secara homogen dari keadaan awalnya yang mampat.
    Kini, tidak ada tantangan fundamental bagi teori dentuman besar, kendati masih ada persoalan yang belum terpecahkan di dalam teori itu sendiri. Para astronom belum yakin, misalnya, bagaimana galaksi-galaksi terbentuk, tetapi tidak ada alasan untuk berpikir bahwa proses pembentukan terjadi di luar kerangka dentuman besar. malah prediksi teori ini telah dikukuhkan oleh berbagai pengujian hingga hari ini. (Scientific American, Oktober 1994).

adi 3 kelvin atau -270,15 derajat celcius. Sedangkan ukurannya pun membesar menjadi 10 pangkat 28 cm. Ini belum merupakan akhir dari perkembangan semesta alam dan dari titik ini, para fisikawan masih belum mengetahui ke mana arah perkembangan semesta alam. Yang jelas, berdasarkan teori yang menyatakan bahwa alam semesta adalah alam semesta tertutup, maka pada suatu saat akan mati. Tidak ada yang tahu kapan itu terjadi.
Bagaimanpun, masih banyak rahasia alam yang belum terungkap. Tetapi, setidaknya dengan kehadiran para fisikawan seperti Einstein, Bergmann, yang meneliti fenomena alam dan kemudian merumuskannya dalam sejumlah formula fisika telah membantu manusia mengungkap sedikit tabir yang menutupi alam semesta kita.
Menjelaskan fenomena alam melalui rumus dan persamaan fisika, justru membuat banyak orang alergi untuk mempelajarinya. Tidak berlebihan jika sebagian besar masyarakat kita menjadi fobia terhadap fisika. Meski interaksi fisika dan matematika itu sangat kuat, bukan berarti fisika hanya bisa dipahami dengan penjelasan melalui sekumpulan rumus dan persamaan fisika yang ngejelimet.
Eksplanasi fisika melalui bahasa nonteknis ternyata ampuh untuk melunturkan fobia masyarakat terhadap ilmu tersebut. Bahkan orang-orang yang tidak punya background fisika pun bisa memahami sejumlah konsepsi mengenai alam semesta.
Cara memahami fisika itu agar bisa mudah dipahami telah dilakukan oleh Guru Besar Fisika Teori Departemen Fisika ITB, Prof. Pantur Silaban, Ph.D ketika di-minta almamaternya untuk memberikan kuliah populer bertajuk "Umur Alam Semesta" di ruang 1201 Departemen Fisika ITB, Senin (30/8).
Kuliah populer itu terbilang sukses, terlihat dari begitu tingginya animo masyarakat yang menghadirinya yang selama ini baru dua kali diselenggarakan di ITB. Ka-pasitas ruang kuliah yang menampung sekira 100 orang, penuh sesak karena ada sekira 300 yang hadir dari berbagai profesi, mulai dari jenderal sampai mahasiswa baru. Bahkan, sebagian di antaranya harus rela "ngampar" di lantai dan di luar ruangan.
Ini menunjukkan bahwa masyarakat juga sebenarnya ingin tahu lebih banyak tentang fenomena alam melalui kajian ilmiah fisika yang dijelaskan dengan bahasa sederhana. Bagaimanapun, lahirnya teori-teori fisika dari Albert Einstein di awal abad 20, telah berjasa dalam menjawab sejumlah rahasia alam.
DALAM kuliah populernya tersebut, Prof. Silaban, ilmuwan lulusan Syracuse University, New York menerangkan mengenai bagaimana alam semesta ini terbentuk. Prof. Silaban mengambil model yang paling populer, yaitu model Robertson, Walker, dan Friedmann menjelaskan teori bagaimana alam semesta itu terjadi.
Teori itu mengatakan bahwa alam semesta diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu pertama alam semesta terbuka di mana alam semesta mengembang selamanya. Jadi, alam semesta itu tak pernah mati. Kedua, alam semesta tertutup di mana alam semesta itu hidup, lahir, dan kemudian mati. Ketiga, alam semesta datar. Alam semesta jenis ini hidup tetapi kemudian flat dan akhirnya mengembang sampai tak berhingga.
Dalam aplikasinya, model Robertson, Friedmann, dan Walker itu memang mendorong orang untuk berimajinasi bahwa alam semesta itu ada awalnya. Menurut model ini, kelahiran alam semesta itu selalu diawali dengan dentuman besar (big bang) yang terjadi pada waktu planck, yaitu 10 pangkat minus 43 detik setelah permulaan waktu. Sebagai gambaran, jika waktu planck dibandingkan dengan waktu 1 detik maka perbedaannya sa-ngat besar. Satu detik jauh lebih kecil daripada waktu planck.
Alam semesta yang masih bayi tersebut memiliki temperatur yang sangat panas yaitu 10 pangkat 32 kelvin. Untuk perbandingan 100 derajat celcius setara dengan 373,5 kelvin. Orang yang tersiram air mendidih (100 derajat celcius), kulitnya akan langsung melepuh. Bagaimana bila orang tersiram air panas bersuhu 10 pangkat 32 kelvin. Tampaknya, belum mencapai suhu tersebut saja, orang akan gosong.
Selain suhu yang sangat panas, bentuk alam semesta pada waktu planck tersebut supermini, tidak bisa dilihat secara kasat mata. Bayangkan saja diameter bayi alam semesta hanya 10 pangkat minus 33 cm, jauh lebih kecil dari seperibu cm. Kita butuh mikroskop, bagaimana untuk melihat bayi alam semesta?
Bayi yang berupa titik ini kemudian berkembang. Pada saat usia bayi tersebut mencapai 200 detik (3 jam 20 menit), temperatur alam semesta sudah jauh menurun menjadi satu triliun kelvin. Karena terus berkembang, bayi alam semesta yang usianya kurang dari 4 jam tersebut, ukurannya pun membengkak menjadi 10 pangkat 20 cm. Saat umur itulah, terjadi sintesis nukleon helium.
Bayi tersebut terus berkembang menjadi materi yang ditandai de-ngan terbentuknya atom hidrogen. Untuk membentuk atom tersebut, butuh waktu 10 pangkat 14 detik. Saat itu temperatur alam semesta pun menurun menjadi hanya seribu kelvin. Proses ini menyebabkan diameter alam semesta membengkak menjadi 10 pangkat 26 cm. Setelah atom hidrogen terbentuk, pada usia 10 pangkat 18 detik, alam semesta pun menemui bentuknya seperti yang ada sekarang.
Di usianya tersebut, suhu turun drastis menjadi 3 kelvin atau -270,15 derajat celcius. Sedangkan ukurannya pun membesar menjadi 10 pangkat 28 cm. Ini belum merupakan akhir dari perkembangan semesta alam dan dari titik ini, para fisikawan masih belum mengetahui ke mana arah perkembangan semesta alam. Yang jelas, berdasarkan teori yang menyatakan bahwa alam semesta adalah alam semesta tertutup, maka pada suatu saat akan mati. Tidak ada yang tahu kapan itu terjadi.
Bagaimanpun, masih banyak rahasia alam yang belum terungkap. Tetapi, setidaknya dengan kehadiran para fisikawan seperti Einstein, Bergmann, yang meneliti fenomena alam dan kemudian merumuskannya dalam sejumlah formula fisika telah membantu manusia mengungkap sedikit tabir yang menutupi alam semesta kita.

















Asal-usul Alam Semesta
Rekan - rekan pembaca, tulisan ini merupakan kumpulan ide , tanggapan dari topik yang diutarakan rekan millis yang aktif memberikan ide-ide sehingga dapat manambah wawasan dan bertukar informasi dalam dunia sains & teknologi berikut kumpulan ide, opini tersebut, tertuang dalam kolom ini. yang merupakan dokumentasi sesaat yang terekam dalam kolom ini, berikut opininya :

Saya telah membaca seluruh naskah terjemahan itu. Berikut ini adalah tanggapan saya atas persoalan Asal Usul Alam Semesta yang dibicarakan itu.
Intinya, ceramah di atas menegaskan bahwa alam semesta memiliki awal dan kemudian berkembang dan akan mempunyai akhir.
Ada satu hal kunci yang tidk disinggung, yaitu bahwa materi dan hukum-hukum yang mengatur karakternya adalah satu kesatuan yang muncul secara bersamaan. Dengan kata lain, hukum-hukum alam atau sains mulai berlaku bersamaan dengan saat munculnya materi. Demikian pulan dengan ruang dan waktu; ruang dan waktu mulai ada bersamaan dengan mulai beradanya materi dan hukum-hukum yang menyertainya. Konsekuansi dari hal tersebut dalah bahwa materi, sains, ruang dan waktu seperti yang kita alami sekarang hanya berlaku pada kondisi kesatuan mereka itu. Bila kita dapat menerima hal ini, maka adalah tidak relevan bila kita mempertanyakan: Apa yang ada sebelum alam semesta ini ada? Tidak relevan juga mempertanyakan di mana alam semesta ini diciptakan? Tidak relevan pula mempertanyakan adakah waktu sebelum alam semesta ini diciptakan? Demikian pula tidak relevan mempertanyakan bagaimana sains sebelum alam semesta ini ada?.

Pemikiran di atas bukan lah pemikiran sederhana yang dapat dengan mudah diterima oleh semua orang. Dengan menerima konsep di atas maka kita harus menerim adanya Tuhan yang Maha Menciptakan. Sebagaimana kita ketahui, tidak semua orang mau menerima adanya Tuhan yang menciptakan alam semesta beserta isinya ini.

Manusia tidak terlibat dalam proses penciptaan alam semesta. Manusia adalah bagian dari alam semesta itu sendiri. Oleh karena itu, adalah mustahil manusia menjawab hal-hal di luar alam semesta seperti: Mengapa alam semesta ini diciptakan? Mengapa alam semesta berkembang seperti sekarang? Kemana arah perkembangan alam semesta?

Contoh yang paling sederhana adalah seperti pada diri manusia itu sendiri. Manusia mulai menyedari eksistensinya ketika manusia mulai dapat mengingat dan berpikir. Sebelum dapat mengingat dan berpikir, manusia belum menyadari dirinya ada. Kita lihat perkembangan manusia. Kita tidak mengetahui dari mana asal kita dan mengapa kita ada dan nantipun kita tidak akan tahu kemana kita akan pergi bila kita hanya mengandalkan kemampuan mengingat dan berpikir kita sendiri. Mari kita coba kembali ke memori masal lalu kita. Kapan kita mulai menyadari diri kita ada? Mungkin kita hanya dapat mengingat ketika kita mulai bersekolah di SD kelas satu, atau TK? Bila hanya mengandalkan pikiran kita pribadi, kita tidak akan tahu dimana kita lahir dan dari mana kita lahir serta mengapa kita lahir. Kemudian, ketika kita menjadi tua nanti, sebelum mati kita mungkin mengalami masa tidak-sadarkan diri atau pikun. Ketika itu kita tidak akan tahu lagi kemana kita akan pergi. Pengetahuan kita tentang dimana kita lahir, kapan kita lahir, dan mengapa kita lahir hanya dapat kita ketahui melalui catatan-catatan atau pemberitahuan dari orang tua kita atu orang-orang disekeliling kita. Intinya, segala informasi tentang diri kita sebelum kesadaran kita muncul hanya dapat kita ketahui dari sumber-sumber informasi di luar diri atau pikiran kita. Saya kira, demikian pula dengan alam semesta yang di dalamnya mencakup materi, sains, waktu dan ruang.

Dengan pimikiran di atas, kita dapat mengatakan bahwa sains tidak akan mampu memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanya an: Mengapa alam semesta lahir?, Di mana alam semesta lahir? dan Kapan alam semesta lahir? dan Kapan pula alam semesta akan berakhir?. Kita hanya bisa tahu bahwa segala sesuatu pasti ada awalnya dan ada pula akhirnya. Sains hanya dapat menjelaskan proses-proses yang berlangsung di alam semesta ini.
Salam,
Wahyu
Teks kuliah berikut adalah terjemahan raja.elang yang mungkin ada banyak kesalahan di sana-sini. Teks asli dalam bahasa Inggris dari berkeley.edu. Tambahan komentar dari youtube.com dan pemenggalan teks disesuaikan dengan tayangan di situs youtube.com. Sumber saya cantumkan agar terjemahan dapat dibandingkan secara langsung dengan aslinya. Silahkan dikoreksi jika ada kesalahan.

Teks kuliah berikut adalah terjemahan raja.elang yang mungkin ada banyak kesalahan di sana-sini. Teks asli dalam bahasa Inggris dari berkeley.edu. Tambahan komentar dari youtube.com dan pemenggalan teks disesuaikan dengan tayangan di situs youtube.com. Sumber saya cantumkan agar terjemahan dapat dibandingkan secara langsung dengan aslinya. Silahkan dikoreksi jika ada kesalahan. Pada bagian ini, ada yang tidak saya mengerti, mohon dibantu jawabannya.


http://berkeley.edu/news/media/releases/2007/03/16_hawking_text.shtml

Ini adalah teks dari Kuliah Fisika J. Robert Oppenheimer, dibawakan tanggal 13 Maret 2007 oleh Stephen Hawking, professor Lucasian matematika di Universitas Cambridge. Hawking berbicara di Gedung Zellerbach di kampus Universitas California, Berkeley.

Origin of the Universe - Stephen Hawking (3 of 5)
http://www.youtube.com/watch?v=MzO5eSjgocA&NR=1

(sambungan dari bagian 2/5) Anda sesungguhnya dapat mengamati sendiri gelombang-gelombang mikro ini. Pasang televisi anda pada sebuah saluran kosong. Beberapa persen dari salju yang anda lihat pada layar, akan disebabkan oleh latar belakang gelombang-gelombang mikro. Penafsiran masuk akal satu-satunya dari latar belakang tersebut adalah bahwa itu adalah radiasi yang tersisa dari sebuah keadaan awal yang sangat panas dan padat. Ketika alam semesta mengembang, radiasi akan telah mendingin sampai tinggal ampas redup yang kita amati sekarang.

Walaupun teorema-teorema keganjilan Penrose dan saya sendiri, memprediksi bahwa alam semesta memiliki sebuah permulaan, teorema-teorema tersebut tidak menjelaskan bagaimana alam semesta bermula. Persamaan-persamaan dari Relativitas Umum akan roboh pada keganjilan. Dengan demikian teori milik Einstein tidak dapat memprediksi bagaimana alam semesta akan bermula, tetapi hanya bagaimana alam semesta berevolusi setelah ia bermula. Ada dua sikap yang dapat diambil mengenai hasil-hasil dari Penrose dan saya. Satu adalah bahwa Tuhan memilih bagaimana alam semesta bermula untuka alasan-alasan yang tidak dapat kita pahami. Ini adalah pandangan Paus John Paul. Dalam sebuah konferensi mengenai kosmologi di Vatikan, Paus berkata pada para peserta bahwa OKE saja mempelajari alam semesta setelah ia bermula, tetapi para peserta tidak seharusnya mempertanyakan permulaan itu sendiri, karena itu adalah saat penciptaan dan hasil karya Tuhan. Saya gembira saat itu Paus tidak menyadari bahwa saya telah mempresentasikan sebuah makalah pada konferensi tersebut, menyarankan bagaimana alam semesta bermula. Saya tidak bercita-cita diserahkan pada Inkuisisi, seperti Galileo. (Gambar Stephen Hawking dalam penjara muncul di layar. Penonton tertawa, lalu bertepuk tangan.)

Penafsiran lain dari hasil-hasil kami, yang disukai oleh kebanyakan ilmuwan, adalah bahwa itu menunjukkan bahwa Teori Umum Relativitas, roboh di medan gravitasi yang sangat kuat dalam alam semesta awal. Teori tersebut harus digantikan oleh sebuah teori yang lebih lengkap.. Orang akan berharap demikian memang, karena Relativitas Umum tidak memperhitungkan struktur materi yang berskala kecil, yang diatur oleh teori kuantum. Biasanya hal ini tidak masalah, karena skala alam semesta, yang besar sekali dibandingkan skala mikroskopis dari teori kuantum. Tetapi ketika alam semesta berukuran Planck, seper milyar trilyun trilyun dari satu sentimeter, dua skala tersebut adalah sama, dan teori kuantum harus diperhitungkan.

Untuk memahami Asal usul alam semesta, kita perlu mengkombinasikan Teori Umum Relativitas, dengan teori kuantum. Cara terbaik melakukannya, tampaknya adalah dengan menggunakan gagasan milik Feynman mengenai sebuah jumlah melingkupi sejarah-sejarah. (Foto Richard Feynman dan foto tam-tam muncul di layar.) Richard Feynman adalah orang yang bersemangat, yang memainkan genderang bongo dengan sendi terpisah [saya bingung apa terjemahan yang tepat untuk strip joint, mungkin tayangan ini bisa membantu: http://www.youtube.com/watch?v=qWabhnt91Uc&feature=related ] di Pasadena , dan seorang ahli fisika brilian di California Institute of Technology. Dia mengusulkan bahwa sebuah sistem beralih dari keadaan A, menuju keadaan B, dengan tiap jalur atau sejarah yang mungkin. (A~ e iS[g]/h Jumlah keseluruhan metrika konsisten dengan kondisi-kondisi perbatasan tertentu.) [ Apa artinya rumus A~ e iS[g]/h dalam bahasa awam? Tolong dibantu. ]

Tiap jalur atau sejarah, mempunyai amplitudo atau intensitas tertentu, dan probabilitas dari sistem beralih dari A- menjadi B, ditentukan dengan menambahkan amplitudo-amplitudo tiap jalur. Akan ada sebuah sejarah di mana bulan terbuat dari keju biru, tetapi amplitudonya rendah, yang merupakan berita buruk bagi tikus. (Gambar bulan dimakan tikus muncul di layar. Penonton tertawa.) [ Apa hubungan amplitudo dengan sejarah? Bagaimana menentukan amplitudo sejarah? Tolong dibantu. ]

Probabilitas untuk sebuah keadaan alam semesta di saat sekarang, ditentukan dengan menjumlahkan amplitudo-amplitudo dari semua sejarah yang berakhir dengan keadaan itu. Tetapi bagaimana sejarah-sejarah tadi bermula? Ini adalah pertanyaan Asli dalam penyamaran lain. Apakah membutuhkan sesosok Pencipta untuk menfirmankan bagaimana alam semesta bermula? Atau apakah keadaan awal alam semesta, ditentukan oleh sebuah hukum sains?

Pada kenyataannya, pertanyaan ini akan tetap timbul bahkan jika sejarah-sejarah dari alam semesta kembali ke masa lalu tak terbatas. Tetapi lebih segera jika alam semesta bermula hanya 15 milyar tahun yang lalu. Masalah apa yang terjadi pada permulaan waktu, adalah sedikit mirip dengan apa yang terjadi pada ujung dunia, ketika orang mengira dunia datar. Apakah dunia sebuah piring datar, dengan laut tumpah di ujungnya? Saya telah menguji ini dengan percobaan. Saya telah mengelilingi dunia, dan saya tidak terjatuh. (Gambar Bumi datar & gambar orang jatuh memegang balon muncul di layar.)

Seperti yang kita semua ketahui, masalah apa yang terjadi di ujung dunia, dipecahkan ketika orang menyadari bahwa dunia bukanlah piring datar, tetap permukaan melengkung. Akan tetapi waktu tampaknya berbeda. Tampaknya terpisah dari ruang, dan harus seperti sebuah model rel kereta api. Jika waktu memiliki permulaan, akanlah harus ada seseorang yang menggerakkan kereta api. (Gambar kereta api dan rel kereta api muncul di layar.)

Teori Umum milik Einstein, menggabungkan waktu dan ruang sebagai ruang-waktu, tetapi waktu tetap berbeda dari ruang, dan seperti sebuah koridor, yang bisa memiliki awal dan akhir, maupun berlangsung selamanya. Bagaimanapun juga, ketika mengkombinasikan Relativitas Umum dengan Teori Kuantum, Jim Hartle dan saya, menyadari bahwa waktu dapat berperilaku seperti arah lain dalam ruang angkasa di bawah kondisi-kondisi ekstrim. Ini artinya orang dapat terlepas dari masalah waktu memiliki sebuah permulaan, dalam cara yang sama seperti kita terlepas dari masalah ujung dunia. (bersambung ke bagian 4/5)
Origin of the Universe - Stephen Hawking (4 of 5)
http://www.youtube.com/watch?v=xhNX1wKFbB0&NR=1

(sambungan dari bagian 3/5) Misalkan permulaan alam semesta, seperti kutub selatan Bumi, dengan derajat-derajat lintang, memainkan peran waktu. Alam semesta bermula sebagai sebuah titik di Kutub Selatan. Ketika seseorang menuju utara, lingkaran-lingkaran dari lintang konstan, mewakili ukuran alam semesta, akan mengembang. Menanyakan apa yang terjadi sebelum awal alam semesta, akan menjadi sebuah pertanyaan tanpa makna, karena tidak ada selatan di Kutub Selatan. (Gambar lingkaran-lingkaran lintang yang tersusun menyerupai setengah bola muncul di layar.)

Waktu, seperti terukur dalam derajat-derajat lintang, akan memiliki sebuah permulaan di Kutub Selatan, tetapi Kutub Selatan adalah seperti titik lain, seteidaknya begitulah saya diberitahu. Saya pernah ke Antartika, tetapi belum pernah ke Kutub Selatan. (Foto penguin dan Peta Antartika muncul di layar.)

Hukum-hukum Alam berlaku di Kutub Selatan, seperti di tempat-tempat lain. Ini akan menyingkirkan keberatan setua-abad akan salam semesta yang memiliki sebuah permulaan,bahwa itu akan menjadi sebuah tempat di mana hukum-hukum alam roboh. Permulaan alam semesta, akan diperintah oleh hukum-hukum sains. [ Di mana alam semesta bermula? Tolong dibantu. ]

Gambar yang Jim Hartle dan saya kembangkan, mengenai penciptaan quantum spontan dari alam semesta, akan sedikit menyerupai pembentukan gelembung-gelembung uap dalam air yang sedang mendidih. (Gambar gelembung-gelembung air muncul di layar.) [ Di mana gelembung-gelembung kuantum terjadi? Apa bahan pembentuk gelembung kuantum? Tolong dibantu. ]

Gagasannya adalah bahwa sejarah-sejarah yang paling mungkin dari alam semesta, akan menyerupai permukaan-permukaan gelembung-gelembung. Banyak gelembung-gelembung kecil akan nampak, dan kemudian menghilang lagi. Ini akan berkaitan dengan alam semesta-alam semesta mini yang akan mengembang, tapi kemudian runtuh lagi ketika masih berukuran mikroskopis. Mereka adalah alam semesta-alam semesta alternatif yang mungkin, tetapi mereka tidak menarik karena mereka tidak berumur cukup panjang untuk mengembangkan galaxi-galaxi dan bintang-bintang, apalagi kehidupan cerdas. Sedikit dari gelembung-gelembung kecil tadi, bagaimanapun juga, akan tumbuh sampai seukuran tertentu yang mana mereka aman dari keruntuhan ulang. Mereka akan berkaitan dengan alam semesta-alam semesta yang akan mulai mengembang dengan kecepatan yang semakin meningkat. Ini disebut inflasi, seperti halnya harga-harga naik tiap tahun. (Grafik hubungan harga- waktu & grafik hubungan ukuran alam semesta-waktu muncul di layar. Penonton tertawa.) [ Apakah tidak bertentangan dengan hukum I termodinamika: kelestarian energi? Dari mana energi alam semesta? Berapa besar energi dan materi alam semesta? Tolong dibantu. ]

Rekor dunia untuk inflasi adalah di Jerman setelah Perang Dunia Pertama. Harga-harga membubung dengan faktor sepuluh juta dalam periode 18 bulan. Tetapi itu bukan apa-apa dibandingkan dengan inflasi dari alam semesta awal. Alam semesta dikembangkan dengan faktor juta trilyun trilyun dalam pecahan sangat kecil dari sedetik. Tidak seperti inflasi harga-harga, inflasi dalam alam semesta awal adalah hal yang sangat baik. Inflasi itu memproduksi sebuah alam semesta besar dan seragam, persis seperti yang kita amati. Namun, tidak akan sepenuhnya seragam. Dalam jumlah keseluruhan sejarah-sejarah, sejarah-sejarah yang ketidakteraturannya sangat tipis, akan mempunyai kemungkinan-kemungkinan yang hampir setinggi yang dimiliki sejarah yang tepat seragam dan teratur.. Teori tersebut karenanya memprediksi bahwa alam semesta awal cenderung menjadi sedikit tidak seragam. Ketidakteraturan ini akan memproduksi variasi-variasi kecil dalam intensitas latar belakang gelombang mikro dari arah-arah yang berbeda. Latar belakang gelombang mikro telah diamati oleh satelit Peta, dan ditemukan mempunyai jenis variasi-variasi tepat seperti yang diprediksi. Jadi kita tahu kita telah berada pada jalan yang benar. (Gambar latar belakang gelombang mikro muncul di layar.)

Ketidakteraturan-ketidakteraturan dalam alam semesta awal, akan berarti bahwa beberapa wilayah-wilayah akan mempunyai kepadatan yang lebih tinggi daripada yang lain. Tarikan gravitasi dari kepadatan ekstra, akan memperlambat pengembangan dari wilayah ini, dan pada akhirnya dapat menyebabkan wilayah runtuh membentuk galaxi-galaxi dan bintang-bintang. Jadi lihatlah dengan baik pada peta langit gelombang mikro. Itu adalah cetak biru dari semua struktur dalam alam semesta. Kita adalah produk dari fluktuasi-fluktuasi dalam alam semesta yang sangat awal. Tuhan benar-benar memang bermain dadu. (Gambar 2 dadu muncul di layar.)

Kita telah membuat kemajuan luar biasa dalam kosmologi dalam ratusan tahun terakhir. Teori Umum Relativitas, dan penemuan dari pengembangan alam semesta, memusnahkan gambaran usang dari sebuah alam semesta yang selamanya ada, dan selamanya berlangsung. Sebagai gantinya, relativitas umum memprediksi bahwa alam semesta, dan waktu sendiri, akan bermula dalam dentuman besar. Relativitas umum juga memprediksi bahwa waktu akan berakhir dalam lubang-lubang hitam. Penemuan dari latar belakang gelombang mikro kosmis, dan pengamatan-pengamatan lubang-lubang hitam, mendukung kesimpulan-kesimpulan ini. Ini adalah perubahan mendalam dalam gambar kita tentang alam semesta, dan tentang realitas itu sendiri.
(Permulaan Waktu: Teori Umum Relativitas milik Einstein memprediksi bahwa waktu memiliki sebuah permulaan dalam Dentuman Besar dan memiliki sebuah akhir dalam lubang-lubang hitam. Bukti-bukti observasi:
• Pengembangan alam semesta
• Latar belakang gelombang mikro
• Observasi lubang-lubang hitam)
(Asal Usul Struktur: Relativitas Umum sendiri tidak bisa memprediksi bagaimana alam semesta akan bermula. Relativitas Umum mampu jika digabungkan dengan Teori Kuantum. Perkawinan dua teori tersebut memprediksi bahwa fluktuasi-fluktuasi kecil akan berkembang dan menuju pada pembentukan galaxi-galaxi, bintang-bintang, dan semua struktur-struktur lain dalam alam semesta. Bukti observasi: Ketidakseragaman kecil dalam latar belakang gelombang mikro kosmis.)

Teori Umum Relativitas, walaupun memprediksi bahwa alam semesta musti telah datang dari sebuah masa lalu yang sangat melengkung, tidak memprediksi bagaimana alam semesta menyembul dari dentuman besar. Dengan demikian relativitas umum sendiri, tidak dapat menjawab pertanyaan sentral dalam kosmologi, Mengapa alam semesta, seperti sekarang? Bagaimanapun, jika relativitas umum dikombinasikan dengan teori kuantum, adalah mungkin untuk memprediksikan bagaimana alam semesta bermula. Pada mulanya alam semesta akan mengembang pada kecepatan yang makin meningkat. Selama yang disebut periode inflasi, pernikahan antar dua teori memprediksi bahwa fluktuasi-fluktuasi akan berkembang, dan menuju pada pembentukan galaxi-galaxi, bintang-bintang, dan semua struktur lain dalam alam semesta. Ini ditegaskan oleh pengamatan-pengamatan dari ketidakseragaman kecil dalam latar belakang gelombang mikro kosmis, yang dengan tepat memprediksi sifat-sifat. Jadi kelihatannya kita sedang dalam perjalanan untuk memahami asal usul alam semesta, walaupun lebih banyak kerja akan dibutuhkan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar